
Sepeda tinggi atau "Pit Dhuwur" menurut bahasa jawa ini mulai banyak digemari oleh kaum muda di Yogyakarta. Bahkan ada komunitas sendiri untuk sepeda tinggi ini. Ketika Anda berkunjung di Jogja, khususnya di daerah Malioboro akan Anda temui pengendara-pengendara sepeda tinggi yang sedang asik menikmati kota Jogja. Anda akan takjub dengan bentuknya yang unik, dan mungkin akan bertanya - tanya "bagaimana cara menaikinya?". Sepintas mungkin terlihat berbahaya, namun mereka sudah terbiasa dan memiliki tehnik tersendiri untuk menaikinya.
Biasanya ketika mereka mendapati lampu merah maka mereka akan turun dan kemudian menuntun sepeda. Kemudian ketika akan naik, caranya adalah dengan berlari mendorong sepeda tersebut kemudian perlahan naik untuk mencapai keseimbangan. Terkadang bisa juga dengan berpegangan pada tiang jika memang ada disekitar lokasi tersebut.
Cerita awal mulanya tercipta Sepeda Tinggi "Pit Dhuwur" ini cukup unik. Pada awalnya sepeda ini diperkenalkan oleh sekelompok sirkus bernama Cyclown Circus yang melakukan pertunjukan di Yogyakarta akhir 2006. Kelompok itu merupakan gabungan pemain sirkus dari beberapa negara seperti Italia, Brasil, Argentina, Amerika, dan lain-lain. Dan salah satu seniman sirkus asal Italia yaitu Pierro, menukar sepeda tinggi hasil rakitannya dengan tato karya Dhomas Yudhistira, seorang seniman merajah tubuh asal Yogyakarta. Tapi ternyata interaksi itu tak terputus sekadar barter sepeda dan jasa. Pierro juga mengajarkan cara merakit sepeda tinggi. Yakni, dengan menggabungkan dua kerangka sepeda yang tidak terpakai, kemudian dirangkai dengan rongsokan besi. Karena banyak respon yang positif, akhirnya Dhomas membuka forum untuk para pencinta sepeda tinggi dan terciptalah komunitas sepeda tinggi di Yogyakarta sampai dengan saat ini.
Komunitas sepeda tinggi di Yogyakarta ini biasanya melakukan kegiatan bersepeda secara berkelompok, jadi Anda akan menemuinya tidak hanya satu macam saja bahkan berbagai desain yang unik dan berbeda-beda.
Posting Komentar
Posting Komentar